Hari itu dalam ruangan
besar penuh kursi bahkan kebisingan yang ada dalam sebuah musyawarah besar SMA.
Terdengar ocehan ocehan yang bergemuruh dari arah yang berlawanan, dari kanan
ke kiri, dari depan ke belakang. Ya, itu adalah sebuah sidang yang amat rusuh.
Disanalah aku duduk di kursi belakang tepat dibelakang lelaki muda yang aneh
itu. Awalnya aku tak berniat untuk pergi dari kursiku yang berada didepan, tapi
sebuah permintaan untuk mempengaruhi adik kelasku, akhirnya aku harus
berpindah. Ini bukan sebuah penyesalan harus duduk dibelakang tanpa ada yang ku
kenal, justru pada saat itulah buliran cinta mulai terdengar gemerciknya. Aku
masih duduk dibelakang lelaki berambut rapi itu yang tiba tiba saja menengok ke
belakang, tentunya tepat menengok ke arahku dengan polosnya ekspresi yang
tertanam diwajahnya seakan merasa kaget. Yang aku bingungkan dia itu kaget
karena aku adalah seniornya yang dulu pada awal dia masuk melakukan orientasi
di sekolah dan akulah salah satu senior yang galak, ataukah dia memang
terpesona padaku hanya untuk mencuri perhatianku. Itulah awal perkenalan kami,
dia yang terus memperlihatkan wajah kagetnya setiap kali menengokku sehingga
aku risi dan akhirnya aku pindah ke sampingnya dan dia tetap berwajah begitu
ketika melihatku. Saat itu aku bertanya kenapa dia seperti itu, dia hanya
tersenyum membuatku heran dan ingin bertanya lagi. Setelah berulang kali aku
tanya barulah dia menjawab. Mulailah perbincangan pertamaku dengannya.
Saat itu aku hanya berpikir bagaimana cara
meraihmu, kau akan mudah diraih ketika aku tidak benar-benar ingin meraihmu. Apakah
sulit untuk meraihmu. Aku hanya ingin dengan nafas tenang dan bahagia berkata
“akhirnya aku meraihmu”, tapi itu takkan pernah terjadi. Kamu begitu sulit ku
pahami, membuatku membaca hatimu berkali-kali. Sehingga aku seringkali salah
memahami perasaanmu, lebih dari itu aku hanya ingin tahu perasaanmu. Jika saja
perasaanmu bisa dipahami tanpa harus bertanya, tapi perasaanmu tak bisa
dimengerti ketika aku tak menanyakannya. Aku bisa mengerti perasaan beberapa
orang tanpa harus bertanya sebelumnya, karena dari wajah mereka sudah tersirat
dan lewat mata mereka aku memahami. Tapi kamu sungguh sulit bagiku untuk
mengerti.
Kadang aku berpikir jika saja perasanku tak
pernah lahir, karena perasaan ini yang membuatku jauh denganmu. Apa aku
berlebihan memiliki perasaan ini, apa aku salah jatuh cinta padamu bahkan untuk
pertama kalinya dalam masa remajaku aku menyukai seseorang dengan begitu tulus,
dan begitu ingin meraihmu. Aku tidak mengharap penyesalan jatuh cinta padamu,
aku terus menghasut hati ini untuk berpikir bahwa aku bahagia jatuh cinta
padamu, mencintaimu adalah hal terindah yang aku rasakan dan itu lebih dari
cukup, aku mencintaimu tanpa alasan dan balasan. Begitu ikhlaskah aku mencintaimu,
bahkan aku sering berdoa ketika aku menemui Tuhan. Aku selalu bilang agar Tuhan
menjagamu, hari-harimu selalu baik dan kamu bahagia setiap saat. Dan aku
bercerita padaNYA tentang perasaanku, tapi aku meminta jika kamu tidak bisa ku
raih, aku hanya meminta izin agar aku bisa tetap mencintaimu. Tapi aku minta
tolong pada Tuhan untuk membuatku bahagia dengan rasa cintaku padamu, sehingga aku
mencoba menganggapnya seperti itu, aku seperti menghipnotis diriku sendiri
dengan anggapan itu. Namun, dibalik rasa cinta yang aku simpan untukmu tanpa
mengharapkan kamu membalas, itu sangat sakit. Sakit ini berbeda dari yang
kurasakan sebelumnya, hatiku seperti terpenjara dalam kurungan yang mustahil
aku keluar dan berlari ke hadapanmu untuk berkata “aku menyukaimu”, itu tak
mungkin. Sungguh ingin ku katakan tapi aku tak sanggup berkata ataupun
menyapamu saaat bertemu, bahkan menatapmu itu sulit. Aku hanya bisa melihatmu
dari jauh dimana kamu tidak bisa menyadari bahwa aku melihatmu dan berharap tak
pernah tau. Aku ingin kembali pada masa itu, saat kita bertemu menegur sapa
dengan tawa juga senyuman. Ketika kita saling mengirim pesan, pagi siang sore
dan malam sebelum tidur. Dimana aku masih menganggapmu sebagai adik kelas yang
manis dengan kacamata yang terlihat keren tapi konyol. Kita makan berdua,
setelahnya hujan turun kamu membawakan minum untukku dan itu membuatku
terheran-heran. Kita duduk saling membelakangi saat hujan turun, hanya ada kita
berdua disana. Sesekali kita saling menengok satu sama lain dan tersenyum penuh
tanya. Ketika aku pulang kau memanggil namaku dengan lantang dari jauh, aku
hanya berusaha tak mendengar dan tak ingin menoleh agar kamu memanggilku dua
kali. Namun kenyataannya aku menengok dalam satu kali panggilan, hatiku telah
mengabaikan perintah otakku. Aku rasa atmosfer dalam hatiku berbeda dari
sebelumnya, yang biasanya terlihat tenang kini lebih mengguncang. Guncangan itu
tidak sakit, malah sebaliknya sangat menyenangkan. Detak jantungku pun tak
terkendali, setelah hari itu berlalu aku merasakan jantung berdebar setiap
bertemu denganmu. Aku mengelak menyukaimu, karena aku menganggapmu adalah
mainan yang bisa aku mainkan ketika aku ingin memainkannya. Tapi ternyata aku
terjebak dalam permainanku sendiri, berawal dari candaan menjadi sebuah fakta
bahwa aku benar-benar telah kalah dan jatuh cinta.
Jika usia menghalangimu untuk melihatku
sebagai sosok menawan dihatimu, itu membuatku sedih. Lebih baik kau tidak usah
menyukaiku daripada kau menyukaiku tapi langsung menyimpulkan bahwa aku dan
kamu tidak bia bersama karena perbedaan usia. Aku hanya perlu mencoba untuk
meraihmu, dan aku sudah mencobanya. Saat aku sudah lelah aku akan merasa kecewa
dan sedih sebentar, setelah itu aku akan melupakannya. Tapi aku tidak
benar-benar lupa, aku hanya menghindarimu melalui pikiranku dan perasaanku,
lebih tepatnya aku melakukan kebiasaan ini lagi yaitu mengabaikan diri sendiri
dan menyimpulkan bahwa aku adalah orang yang mudah melupakan oranglain.
Masihkah harus aku meraihmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar