Senin, 20 Januari 2014

Meraih Ketidakpastian



Hari itu dalam ruangan besar penuh kursi bahkan kebisingan yang ada dalam sebuah musyawarah besar SMA. Terdengar ocehan ocehan yang bergemuruh dari arah yang berlawanan, dari kanan ke kiri, dari depan ke belakang. Ya, itu adalah sebuah sidang yang amat rusuh. Disanalah aku duduk di kursi belakang tepat dibelakang lelaki muda yang aneh itu. Awalnya aku tak berniat untuk pergi dari kursiku yang berada didepan, tapi sebuah permintaan untuk mempengaruhi adik kelasku, akhirnya aku harus berpindah. Ini bukan sebuah penyesalan harus duduk dibelakang tanpa ada yang ku kenal, justru pada saat itulah buliran cinta mulai terdengar gemerciknya. Aku masih duduk dibelakang lelaki berambut rapi itu yang tiba tiba saja menengok ke belakang, tentunya tepat menengok ke arahku dengan polosnya ekspresi yang tertanam diwajahnya seakan merasa kaget. Yang aku bingungkan dia itu kaget karena aku adalah seniornya yang dulu pada awal dia masuk melakukan orientasi di sekolah dan akulah salah satu senior yang galak, ataukah dia memang terpesona padaku hanya untuk mencuri perhatianku. Itulah awal perkenalan kami, dia yang terus memperlihatkan wajah kagetnya setiap kali menengokku sehingga aku risi dan akhirnya aku pindah ke sampingnya dan dia tetap berwajah begitu ketika melihatku. Saat itu aku bertanya kenapa dia seperti itu, dia hanya tersenyum membuatku heran dan ingin bertanya lagi. Setelah berulang kali aku tanya barulah dia menjawab. Mulailah perbincangan pertamaku dengannya.
 Saat itu aku hanya berpikir bagaimana cara meraihmu, kau akan mudah diraih ketika aku tidak benar-benar ingin meraihmu. Apakah sulit untuk meraihmu. Aku hanya ingin dengan nafas tenang dan bahagia berkata “akhirnya aku meraihmu”, tapi itu takkan pernah terjadi. Kamu begitu sulit ku pahami, membuatku membaca hatimu berkali-kali. Sehingga aku seringkali salah memahami perasaanmu, lebih dari itu aku hanya ingin tahu perasaanmu. Jika saja perasaanmu bisa dipahami tanpa harus bertanya, tapi perasaanmu tak bisa dimengerti ketika aku tak menanyakannya. Aku bisa mengerti perasaan beberapa orang tanpa harus bertanya sebelumnya, karena dari wajah mereka sudah tersirat dan lewat mata mereka aku memahami. Tapi kamu sungguh sulit bagiku untuk mengerti.
 Kadang aku berpikir jika saja perasanku tak pernah lahir, karena perasaan ini yang membuatku jauh denganmu. Apa aku berlebihan memiliki perasaan ini, apa aku salah jatuh cinta padamu bahkan untuk pertama kalinya dalam masa remajaku aku menyukai seseorang dengan begitu tulus, dan begitu ingin meraihmu. Aku tidak mengharap penyesalan jatuh cinta padamu, aku terus menghasut hati ini untuk berpikir bahwa aku bahagia jatuh cinta padamu, mencintaimu adalah hal terindah yang aku rasakan dan itu lebih dari cukup, aku mencintaimu tanpa alasan dan balasan. Begitu ikhlaskah aku mencintaimu, bahkan aku sering berdoa ketika aku menemui Tuhan. Aku selalu bilang agar Tuhan menjagamu, hari-harimu selalu baik dan kamu bahagia setiap saat. Dan aku bercerita padaNYA tentang perasaanku, tapi aku meminta jika kamu tidak bisa ku raih, aku hanya meminta izin agar aku bisa tetap mencintaimu. Tapi aku minta tolong pada Tuhan untuk membuatku bahagia dengan rasa cintaku padamu, sehingga aku mencoba menganggapnya seperti itu, aku seperti menghipnotis diriku sendiri dengan anggapan itu. Namun, dibalik rasa cinta yang aku simpan untukmu tanpa mengharapkan kamu membalas, itu sangat sakit. Sakit ini berbeda dari yang kurasakan sebelumnya, hatiku seperti terpenjara dalam kurungan yang mustahil aku keluar dan berlari ke hadapanmu untuk berkata “aku menyukaimu”, itu tak mungkin. Sungguh ingin ku katakan tapi aku tak sanggup berkata ataupun menyapamu saaat bertemu, bahkan menatapmu itu sulit. Aku hanya bisa melihatmu dari jauh dimana kamu tidak bisa menyadari bahwa aku melihatmu dan berharap tak pernah tau. Aku ingin kembali pada masa itu, saat kita bertemu menegur sapa dengan tawa juga senyuman. Ketika kita saling mengirim pesan, pagi siang sore dan malam sebelum tidur. Dimana aku masih menganggapmu sebagai adik kelas yang manis dengan kacamata yang terlihat keren tapi konyol. Kita makan berdua, setelahnya hujan turun kamu membawakan minum untukku dan itu membuatku terheran-heran. Kita duduk saling membelakangi saat hujan turun, hanya ada kita berdua disana. Sesekali kita saling menengok satu sama lain dan tersenyum penuh tanya. Ketika aku pulang kau memanggil namaku dengan lantang dari jauh, aku hanya berusaha tak mendengar dan tak ingin menoleh agar kamu memanggilku dua kali. Namun kenyataannya aku menengok dalam satu kali panggilan, hatiku telah mengabaikan perintah otakku. Aku rasa atmosfer dalam hatiku berbeda dari sebelumnya, yang biasanya terlihat tenang kini lebih mengguncang. Guncangan itu tidak sakit, malah sebaliknya sangat menyenangkan. Detak jantungku pun tak terkendali, setelah hari itu berlalu aku merasakan jantung berdebar setiap bertemu denganmu. Aku mengelak menyukaimu, karena aku menganggapmu adalah mainan yang bisa aku mainkan ketika aku ingin memainkannya. Tapi ternyata aku terjebak dalam permainanku sendiri, berawal dari candaan menjadi sebuah fakta bahwa aku benar-benar telah kalah dan jatuh cinta.
 Jika usia menghalangimu untuk melihatku sebagai sosok menawan dihatimu, itu membuatku sedih. Lebih baik kau tidak usah menyukaiku daripada kau menyukaiku tapi langsung menyimpulkan bahwa aku dan kamu tidak bia bersama karena perbedaan usia. Aku hanya perlu mencoba untuk meraihmu, dan aku sudah mencobanya. Saat aku sudah lelah aku akan merasa kecewa dan sedih sebentar, setelah itu aku akan melupakannya. Tapi aku tidak benar-benar lupa, aku hanya menghindarimu melalui pikiranku dan perasaanku, lebih tepatnya aku melakukan kebiasaan ini lagi yaitu mengabaikan diri sendiri dan menyimpulkan bahwa aku adalah orang yang mudah melupakan oranglain. Masihkah harus aku meraihmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar