Senin, 20 Januari 2014

Script Lomba



SAMPAH NEGARA
HAK CIPTA DILINDUNGI
(created by Shema Alleysia)
Tokoh :
Iman : Rakaisa
Tira : Hani hasya
Baharudi : Hafid
Rina : Shema
Ratna : Fajar
Merry : Tiara

Dalam sebuah gubuk kecil hidup satu keluarga, mereka adalah Iman orang mengatakan dia  pengemis buta, konon kabarnya dia dan kakaknya Tira adalah yatim piatu. Walau sebenarnya dia layak untuk menyandang gelar anak pahlawan karena ayahnya adalah salah satu patriot bangsa, namun pemerintah yang dzalim tidak memperhatikan kehidupan iman sehingga dia hidup dengan cara menjadi pengamen yang didampingi oleh kakaknya yang selalu setia dalam mendampinginya. Anak seorang pahlawan kemerdekaan yang tidak diperhatikan oleh pemerintah karena kecacatan fisiknya yang menyebabkan dia sulit untuk berhubungan dengan pihak pemerintah untuk menyampaikan segala kehendaknya. Dia berjuang dengan segala kemampuannya untuk mendapatkan haknya dengan berusaha untuk menemui pejabat yang akan merebut tempat tinggalnya. Baharudi adalah seorang pejabat yang tamak dan serakah berencana untuk merebut dan memiliki tempat tinggal mereka, namun semua sia-sia belaka karena keserakahanya. Akhirnya, tingkah licik pejabat itu diketahui oleh masyarakat dan dicemoohkan, sehingga dia lupa ingatan, karena segala sesuatu yang diangankanya tidak tercapai. Pesan moral dalam cerita ini adalah sadarlah orang-orang yang tamak terhadap bangsa ini, harta tahta dan jabatan bukan segalanya. Tetapi, berbuatlah adil dan bijaksana untuk bangsa dan negara yang tercinta ini dengan cara memiliki sikap nasionalisme dan patriotisme.. Tengah malam yang sulit mereka harus tidur dengan lilin dan kelaparan.
Tira : (menyalakan lilin dengan menghampiri si buta)
Iman : (merasakan gerak gerik tira, sambil berbaring mencoba tidur) Sudahlah percuma kamu menyalakan lilin itu, toh sebentar juga mati tertiup angin, lagipula kamu nyalakan lilin itu, tetap saja gelap bagiku!
Tira : kamu ini, aku kan takut gelap, terkadang aku sulit tidur jika gelap, kenapa matamu masih terbuka? Aku kira kamu sudah tidur tadi. (berusaha lagi menyalakan lilin)
Iman : Oh begitu, sekarang lebih baik kau tidur, sampai kapan kau akan selesai menyalakan api itu, karena ketika lilin itu menyala kamu akan tidur dan akhirnya sama saja gelap, karena kamu memejamkan mata. (menghela nafas)
Tira : Baiklah, aku tahu (pasrah)
Iman : (tira mulai tertidur, iman berusaha menyalakan lilin dan menjaga lilin itu untuk tira) terimakasih raaa! Kau tidak seperti pejabat-pejabat itu, yang sering menghinaku.
Keesokan harinya
Iman : Ra, apa kau ingin ikut bersamaku ke kantor pejabat itu ?
Tira : untuk apa man? Pemimpin tidak tahu diri itu tak perlu didatangi, dia hanya akan meresahkan kita, jaman sekarang beda dengan jaman dulu, memang dulu pemimpin masih bijaksana dan adil, tapi liat sekarang mereka seperti tikus yang menggerogoti keju saja, serakah!
Iman : aku menemuinya, bukan untuk meminta dikasihani, tapi aku hanya ingin membuktikan bahwa kita bukan sampah negara disini, kita hanyalah ksorban penggusuran, rumah kita akan digusur demi keuntungan dia sendiri
Tira : Di gusur? Maksudmu apa?
Iman : apa kau tak mendengar ? orang-orang sedang heboh membicarakannya ra, kasihan mereka yang harus pindah, dan belum tentu ada lagi tempat yang layak
Tira : aku rasa pejabat peresah itu tidak mengerti arti berkibarnya bendera merah putih, yang artinya semua orang merdeka dan layak memiliki tempat tinggal.
Iman : nah maka dari itu aku harus menemui pejabat itu, bagaimana pun caranya
Tira : jangan iman! Kamu ini ingin celaka, aku bilang jangan
Iman : (marah dan kekeh) apa kau tidak mengerti, justru jika kita diam saja, dia pejabat semena mena itu takkan pernah paham arti dari bendera merah putih yang kamu bilang itu, mau jadi apa bangsa ini jika pemimpinnya terus menindas rakyat kecil?
Tira : Iya man, tapi aku tetap tidak mengizinkanmu, karena bagaimanapun juga aku tidak mau kamu sakit hati lagi
Iman : itu sudah biasa, aku ini memang bahan penghinaan, mereka menyebut diriku menyusahkan bangsa, sudah sudah cukup istirahatnya, kita bekerja lagi!
Tira : Baiklah, aku sudah tak lelah lagi, ayo!
Mengamenlah mereka, dan disana bertemu dengan wanita kaya yang sombong juga serakah
Rina dan Tira : (bernyanyi)
Merry : (Datang dengan begitu sombong dia berlenggak lenggok) hahaha dasar anak muda yang melarat, sampai kapan kamu akan bernyanyi? Percuma saja tak ada gunanya, haha
Iman : siapa ibu? Saya hanya sedang bekerja
Meery : hei kamu anak buta, kamu ini jangan menyusahkan orang lain, seharusnya orang seperti kalian itu cocoknya menjadi sampah, tidak seperti saya istri pejabat tampan dan terkenal kaya, siapa sih yang tidak tau Merry, saya nyonya Baharudi, hahaha
Tira : Oh jadi Ibu adalah istrinya, pantas wajahnya terlihat meresahkan
Merry : heh Rakyat Jelata beraninya kamu bilang seperti kitu, tidak salah sampah seperti kalian berkata seperti itu terhadap saya, dasar tidak berguna!
Tira : heh Bu kami bukan sampah, justru ibu yang sampah
Iman : sudahlah ra, lebih baik kita tinggalkan saja ibu kurang ajar ini, tidak baik di ladeni
Rina : tunggu, bukankah kalian ingin uang huh (mengeluarkan uang dan memamerkan)
Tira : man itu uang man, jika kita menerimanya aku tak akan seperti ini lagi
Rina : sepertinya dia sudah lelah dengan suaranya bu, ini ambil uang ini (melemparkan uang)
(Tira kegirangan)
Iman : ra, jangan ra, kamu jangan dibutakan oleh uang
Merry : setelah kalian menerima uang itu kalian harus angkat kaki dari sini dan ingat kebaikan kami atas uang itu haha
Rina : bu sepertinya anak buta itu tidak ingin uang
Merry : yang benar saja ? dasar kamu anak buta yang sombong
Iman : bukan begitu bu tapi.....sudahlah bu sulit menjelaskannya, tira jangan kau terima uang itu jika kau masih ingin tinggal (menarik tira)
Merry : Ihhhhh..... (kesal dan pergi)
(ibu ratna menghampiri kedua pengemis itu)
Ratna : Ade, kalian sudah tahu bahwa tempat ini akan dihancurkan besok? Kenapa kalian masih disini
Iman : tempat ini tidak akan digusur, kalian tidak boleh menggusurnya
Ratna : ya sudah terserah kalian saja, saya hanya melaksanakan tugas
Tira : bu jangan bu, apa ibu tidak mengerti perasaan kami?
Ratna : memangnya saya peduli apa terhadap pengemis sampah seperti kalian ?
Iman : Ibu sama saja dengan pejabat yang meresahkan itu
Bahar : (mendengar perkataan iman, sontak mendorong dan memaki iman) heh kamu tau apa tentang saya beraini bicara seperti itu? Saya akan laporkan kamu kepada polisi atas pencemaran nama baik
Iman : ternyata bapak datang kemari, jadi saya tidak usah repot menemui bapak
Bahar : ada perlu apa orang cacat seperti kamu ingin bertemu saya? Mau minta-minta.
Tira : bapak ini tidak tau sopan santun yah
Bahar : kamu menghina saya! Dasar tidak tau diri
Rina : tapi memang benar kan pak yang dikatakan pengemis itu
Merry : dasar kamu bloon! Bukannya belain suami saya, malah berkata lain
Tira : (memegang kaki bahar dan menangis) pak saya mohon jangan laporkan kami, dan jangan gusur tempat ini, kami juga butuh tempat tinggal dan ini tempat tinggal kami satu-satunya.
 Bahar : (melepaskan tangan tira) alahhh jangan tipu saya dengan wajah sedih kalian, saya juga tahu temanmu itu tidak buta, dia hanya berpura-pura agar dikasihani.
Ratna : bagaimana pak tetap akan digusur?
Bahar : ya tentu saja, gusur malam ini juga, saya ingin melihat tempat ini hancur dan siap di bangun
Iman : tunggu dulu pak, apa bapak ini tidak punya hati, seenaknya membuat keputusan yang jelas-jelas merugikan, bahkan untuk apa bapak membangun lagi taman kota disini, bukankah di kota sebesar ini sudah terlalu banyak, apalagi taman kota itu tak pernah terurus lagi malah mencemari saja, manusia memang serakah terlebih lagi bapak yang tidak mengerti arti dari berkibarnya bendera merah putih, kasian sekali
Bahar : (menampar si buta itu dan lantas marah) saya tidak peduli tentang bendera tentang negara ini, negara ini adalah tempat orang munafik seperti saya, jika saya jujur terus terhadap negara bisa bisa saya akan seperti kalian, terus saja sengsara
Rina : Bapak tidak sekolah yah
Merry : Diam kamu !
Ratna : pak malam ini siap untuk penggusuran
Bahar : ya bagus
Tira : bapak jangan, saya mohon pak kasihani kami
Iman : sudahlah jangan meminta pertolongan, percuma saja (menahan tangis)
Rina : pak, saya tak akan diam lagi, lagian saya tahu bapak kan korupsi 
Ratna : apa korupsi ? yang benar saja bu ?
Rina : ya itu benar orang licik ini menyembunyikan hitamnya
Ratna : oh jadi benar yang saya duka, anda telah korupsi
Rina : Pak, jadi selama ini saya bekerja untuk orang munafik seperti bapak kalau tahu begitu, saya berhenti sekarang juga dan saya akan laporkan bapak ke KPK, atas seringnya bapak melakukan korupsi
Ratna : pak, saya juga berhenti lagi pula saya sudah mendapat uang bagian saya, dan saya tidak ingin masuk penjara
Merry : apa apaan kalian ini? Lihat suami saya jadi gila seperti itu, gara-gara kalian mengkhianatinya
Bahar : (bertindak gila) kenapa saya yang disalahkan? Kenapa kalian ini? Pengkhianat! Hahahaha kalian berani menentang orang kaya, (menangis) kalian jahat, nanti siapa yang akan bekerja untuk saya, ha haha
Iman : untung saya tidak melihat keserakahan di dunia, tapi saya masih bisa mendengar tangisan rakyat seperti kami, lalu anda pejabat, pemimpin yang harusnya mensejahterakan rakyat ternyata lebih dari sampah, sekarang saya tahu pejabat juga bisa menjadi sampah.
Akhirnya akibat keserakahannya, pak bahar menjadi gila karena pengkhianatan pekerjanya dan dia akan dilaporkan dan dicabut jabatannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar